Dalam menerapkan sebuah sistem baru tentu ada tantangan dan hambatan yang akan ditemui, umumnya hambatan itu berupa :

1. Teknologi Informasi

Teknologi informasi merpakan bagian dari Organisasi Capital oleh sebab itu, Sistem Knowledge Management yang terintegrasi membutuhkan investasi Teknologi Informasi. Tanpa dukungan TI yang memadai maka Knowledge Management akan bersifat terdistribusi dan tidak berkembang. Teknologi Informasi penting terutama mendukung sistem yang mudah diakses, kecepatan dalam memperoleh informasi, memiliki sistem backup, dan sebagainya.

2.  Sumber daya manusia

Sumber daya manusia dalam hal ini adalah human capital memegang peranan panting dalam keberhasilan suatu sistem Knowledge Management. Karena kolaborasi antara human capital dengan organisasi capital akan menghasilkan customer capital yang sukses. Melalui manusia (human capital) sistem Knowledge Management ini dapat dikelola, dapat bertambah, berkembang, inovatif dan disaring/filter. Sehngga perlu diterapkannya sistem manajemen perubahan yang mendukung sistem Knowledge Management tersebut

3. Top Manajemen

Meski memiliki TI yang canggih, dan SDM yang kreatif dan cerdas tapi tanpa memiliki sistem Knowledge Management. Semua pengetahuan hanya akan berada di otak masing-masing karyawan saja. Untuk dapat terlaksananya Sistem Knowledge Management maka perlu adanya suatu kekuatan yang lebih besar yang didengarkan oleh seluruh karyawan.

EXPERT SYSTEM (SISTEM PAKAR)

September 18th, 2010

Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) merupakan salah satu bidang dalam ilmu komputer yang ditujukan pada pembuatan software dan hardware sehingga dapat berfungsi sebagai sesuatu yang yang dapat berfikir atau bertindak seperti manusia. Beberapa cabang dalam kecerdasan buatan, antara lain sistem pendukung keputusan, jaringan saraf tiruan, robotic, bahasa alami, game, speech, dan lain-lain.

Contoh bidang lain dalam kecerdasan buatan  adalah sistem pakar yang membuat penggunaan secara luas knowlwdge atau pengetahuan dan prosedur inferensi yang khusus untuk penyelesaian masalah manusia tingkat pakar yang dituangkan dalam bentuk program komputerisasi.

Bidang sistem pakar ini merupakan penyelesaian pendekatan yang sangat berhasil untuk permasalahan kecerdasan buatan klasik dari pemograman intelligent (cerdas), namun sistem pakar dapat berfungsi sangat baik hanya dalam batasan domainnya saja seperti bisnis, kedokteran, ilmu pengetahuan, dan teknik.

Dalam pengembangan suatu sistem pakar dua komponen penting yaitu satu, terdapat  knowlwdge atau pengetahuan yang mungkin saja berasal dari seorang ahli, atau pengetahuan dari media seperti majalah, buku, jurnal, dan sebagainya. Kedua mesin inferensi yang ditujukan untuk menggambarkan suatu konklusi atau kesimpulan yang merupakan respon terhadap pengguna.

Sistem pakar disusun oleh dua bagian utama, yaitu lingkungan pengembangan dan lingkungan konsultasi. Lingkungan pengembangan digunakan untuk memasukkan pengetahuan pakar kedalam lingkungan sistem pakar, sedangkan lingkungan konsultasi digunakan pengguna bukan pakar untuk memperoleh pengetahuan pakar.

Komponen-komponen yang terdapat dalam sistem pakar tersebut terdiri dari antarmuka pemakai, basis pengetahuan : fakta dan aturan, akuisisi pengetahuan, mekanisme inferensi, workplace, fasilitas penjelasan, perbaikan pengetahuan.

Balance Scorecard

September 13th, 2010

Balance scorecard merupakan suatu metode pengukuran kinerja yang dapat digunakan oleh suatu perusahaan. Balance scorecard terdiri dari 4 perspektif utama yaitu diantaranya adalah :

1. Perspektif Finansial

Ukuran finansial sangat penting dalam memberikan ringkasan konsekuensi tindakan ekonomis yang sudah diambil. Ukuran kinerja finansial memberikan petunjuk apakah trategi perusahaan, implementasi, dan pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan laba perusahaan.

2. Perspektif Pelanggan

Dalam perspektif pelanggan Balanced scorecard, manajemen perusahaan harus mengidentifikasi pelanggan dan segmen pasar di mana unit bisnis tersebut akan bersaing dan berbagai ukuran kinerja unit bisnis di dalam segmen sasaran. Perspektif ini biasanya terdiri atas beberapa ukuran utama atau ukuran generik keberhasilan perusahaan dari strategi yang dirumuskan dan dilaksanakan dengan baik. Ukuran utama tersebut terdiri atas kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, akuisisi pelanggan baru, profitabilitas pelanggan, dan pangsa pasar di segmen sasaran. Selain, perspektif pelanggan seharusnya juga mencakup berbagai ukuran tertentu yang menjelaskan tentang proposisi nilai yang akan diberikan perusahaan kepada pelanggan segmen pasar tertentu merupakan faktor yang penting, yang dapat mempengaruhi keputusan pelanggan untuk berpindah atau tetap loyal kepada pemasoknya.

3. Perspektif Proses Bisnis Internal

Dalam perspektif proses bisnis internal, para eksekutif mengidentifikasi berbagai proses internal penting yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan. Proses ini memungkinkan unit bisnis untuk

  1. memberikan preposisi nilai yang akan menarik perhatian dan mempertahan pelanggan dalam segmen pasar sasaran, dan
  2. memenuhi harapan keuntungan financial yang tinggi para pemegang saham.

Ukuran proses bisnis internal berfokus kepada berbagai proses internal yang akan berdampak besar kepada kepuasan pelanggan dan pencapaian tujuan finansial perusahaan.

Perspektif proses bisnis internal mengungkapkan dua perbedaan ukuran kinerja yang mendasar antara pendekatan tradisional dengan pendekatan Balanced Scorecard. Perbedaan yang pertama adalah, bahwa pendekatan tradisional berusaha memantau dan meningkatkan proses bisnis yang ada saat ini. Pendekatan ini mungkin melampaui ukuran kinerja finansial dalam hal pemanfaatan alat ukur yang berdasar kepada mutu dan waktu. Tetapi semua ukuran itu masih berfokus pada peningkatan proses bisnis saat ini. Sedangkan pendekatan scorecard pada umumnya akan mengidentifikasi berbagai proses baru yang harus dikuasai dengan baik oleh perusahaan agar dapat memenuhi berbagai tujuan pelanggan dan finansial.

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan

Pembelajaran dan pertumbuhan ini bersumber dari tiga prinsip yaitu  people, system dan organizational procedure. Berkaitan dengan ketiga prinsip tersebut Kaplan (1996 ) menjelaskan perspektif ini sebagai berikut:

  1. Kemampuan Pekerja. Dewasa ini pekerjaan rutin dalam proses produksi sudah digantikan oleh mesin-mesin yang serba otomatis. Dengan demikian tenaga kerja buruh kasar yang diperlukan relatif sedikit, sehingga tenaga kerja yang tinggal hanyalah tenaga kerja yang spesialis saja. Semakin sedikitnya tenaga kerja yang dimiliki oleh perusahaan menyebabkan perusahaan lebih dapat memberikan akses informasi yang lebih layak kepada pekerjanya untuk lebih meningkatkan effesiensi untuk mencapai tujuan perusahaan. Tolok ukur yang dapat digunakan untuk ini adalah a) tingkat kepuasan pekerja pegawai b) tingkat perputaran tenaga kerja dan c) besarnya pendapatan perusahaan perkaryawan dan yang terakhir adalah nilai tambah dari tiap karyawan.
  2. Kemampuan sistem informasi. Dalam kondisi yang sangat kompetitif, sistem informasi yang handal sangat diperlukan dalam pengambilan keputusan. Kemampuan sistem informasi ini sangat ditentukan oleh tingkat ketersediaan informasi, tingkat keakuratan informasi dan jangka waktu yang diperlukan untuk memperoleh informasi tersebut. Hal ini disebabkan betapapun akuratnya suatu informasi yang diterima oleh perusahaan tapi apabila jangka waktunya telah berlalu maka informasi tersebut tidak berguna lagi.
  3. Motivasi, Pemberdayaan dan Pensejajaran. Untuk dapat menciptakan motivasi pegawai diperlukan iklim organisasi yang mampu menciptakan motivasi itu sendiri dan mendorong inisiatif karyawan. Keberhasilan aspek ini bisa dilihat dari jumlah saran yang diajukan karyawan, jumlah saran yang diimplementasikan dan tingkat kemampuan karyawan untuk mengetahui visi dan misi yang diemban oleh perusahaan. Kaplan dan Norton  menjelaskan hubungan sebab akibat peningkatan kinerja perusahaan yang dijelaskan dalam 4 perspektif yang ada dalam balanced scorecard. Kinerja keuangan (financial) sebenarnya merupakan hasil dari suatu proses yang berlanjut yang dimulai dengan adanya peningkatan kemampuan sumberdaya, selanjutnya berimplikasi pada kualitas proses yang lebih baik. Kualitas proses yang lebih baik akan berakibat penyerahan produk dan jasa yang berkualitas dan tepat waktu sehingga akan menyebabkan pelanggan loyal dan mereka bersedia membayar lebih besar dan berkelanjutan, yang pada akhirnya akan menaikkan laba perusahaan.

Green IT

September 13th, 2010

Sampai saat ini, pemanfaatan tenaga secara umum belum menjadi perhatian utama dalam pengembangan dan penerapan komponen teknologi. Sebagai bisnis yang telah berkembang pengaruh ketergantungan pada IT untuk mencapai tujuan perusahaan dan mendorong produktivitas dari perusahaan tersebut merupakan hal yang penting, dimana diketahui bahwa sampai pada saat ini konsumsi energi telah meningkat secara proporsional.

Hal ini telah memperkenalkan satu set baru dalam beban operasional, termasuk biaya energi yang tidak hanya lebih besar, namun juga dapat memastikan ketersediaan tenaga listrik yang cukup untuk mendukung operasional IT pada perusahaan itu sendiri. Dengan meningkatnya biaya energi dan permintaan global untuk sumber daya yang tersedia merupakan suatu masalah yang cukup rumit. Pada saat yang sama, meningkatkan kekhawatiran terhadap krisis iklim global telah menyebabkan tekanan sosial dan pengenalan kepatuhan peraturan yang terfokus pada pengurangan konsumsi energi.

Menanggapi tantangan ini, teknologi baru dan solusi dikembangkan untuk membantu suatu perusahaan dalam mencapai tujuan pemanfaatan sumber daya.
Green IT merupakan solusi produk, layanan dan praktek yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi komputasi sumber daya yang sedemikian rupa untuk mengurangi dampak lingkungan dari pemanfaatan IT itu sendiri. Meskipun sekarang lebih luas dalam ruang lingkupnya, Green IT awalnya didirikan pada prinsip “triple bottom” yang mendefinisikan keberhasilan sebuah perusahaan berdasarkan kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial. Filosofi ini diklaim bahwa terdapat jumlah yang terbatas pada sumber daya alam yang tersedia, hal itu dilakukan adalah demi kepentingan masyarakat bisnis secara keseluruhan dan untuk mengurangi ketergantungan mereka pada sumber daya yang terbatas untuk menjamin kelangsungan hidup ekonomi jangka panjang.

Bagi banyak perusahaan, tantangan yang benar dalam mencapai kelanjutan ini terletak pada anggaran luar tahunan kepada Green IT untuk menentukan strategi yang akhirnya akan mengurangi biaya dan menjamin ketersediaan sumber daya untuk jangka panjang.

Peningkatan konsumsi daya telah menciptakan suatu tantangan yang lebih besar bagi banyak perusahaan di daerah di mana perusahaan-perusahaan listrik harus membatasi ketersediaan tempat untuk fasilitas mereka dalam rangka memperluas kapasitas data center untuk memenuhi kebutuhan bisnis. Oleh karena itu, perusahaan ini harus melakukan investasi dalam strategi Green IT untuk mengurangi konsumsi daya yang ada. Sebagai manfaat tambahan, Green IT mempromosikan solusi konsolidasi pusat data yang juga dapat menambah ruang yang tersedia secara fisik, sehingga lebih memungkinkan dalam pertumbuhan IT itu sendiri.

Dalam hal ini Green IT dapat  didefinisikan sebagai studi dan penerapan mulai dari tahap mendesain, memproduksi, dan menggunakan perangkat keras komputer, perangkat lunak , dan system komunikasi secara efesien dan efektif dengan meniadakan atau meminimalkan dampak terhadap lingkungan. Green IT termasuk juga dalam bagaimana penggunaan IT untuk mendukung, membantu, dan mempengaruhi inisiatif yang berhubungan dengan lingkungan dan membantu menciptakan kepedulian terhadap lingkungan.

Menurut Sveiby dan Malhotra ada empat metode dasar untuk mengklasifikasikan model pengukuran modal intellectual yaitu:

Market capitalisation method

Dalam market capitalization method, intellectual capital  dihitung sebagai perbedaan antara  kapitalisasi pasar dari perusahaan dengan pemegang saham
ekuitas. Metode ini berguna untuk menggambarkan
nilai keuangan intellectual capital dan untuk pembandingan interfirm
dalam industri yang sama. Salah satu kelemahan dari metode ini adalah bahwa hal itu tidak memberikan informasi mengenai komponen yang berkontribusi terhadap pembandingan. Eksklusif moneter hanya berfokus untuk menyediakan sebagian
perspektif saja.

Return on assets method (ROA)

Dengan metode return-on-aset (ROA), ROA dihitung dengan membagi laba perusahaan sebelum pajak dengan aset rata-rata yang nyata dan kemudian
membandingkan hasil tersebut dengan rata-rata industri. Perbedaan ini kemudian dikalikan dengan rata-rata aset berwujud pada organisasi untuk menghitung
suatu pendapatan tahunan dari intangible. Model sangat tidak relevan kepada pemerintah dan organisasi sebagai sektor publik, namun hal itu adalah hanya relevansi pembandingan terhadap industri serta hanya untuk menggambarkan
keuangan dari nilai intellectual capital.  Kerugian dari model ini adalah tidak mengandung informasi mengenai komponen yang berkontribusi dalam intellectual capital tersebut.

Direct intellectual capital measurement model

Dengan Direct intellectual capital measurement model maka nilai moneter dari aktiva tak berwujud diperkirakan dengan mengidentifikasi berbagai komponen. Model ini dapat digunakan dalam bersama dengan metode scorecard, yang hanya  terbatas digunakan untuk menilai dan menganalisa secara spesifik aspek-aspek dalam intellectual capital. Model ini mengijinkan untuk penilaian dari komponen-komponen dari intellectual capital serta kombinasi dari penilaian moneter dan non-moneter. Model ini menyediakan sebuah overview komperensif dari semua intellectual capital yang ada dalam organisasi

Scorecard model

Dalam model berbagai komponen scorecard aset tidak berwujud atau intellectual capital diidentifikasi, diindikatorkan dan diindekskan sehingga dihasilkan dan dapat dilaporkan dalam scorecard. Indeks komposit berdasarkan atas sintesis semua komponen dalam intellectual capital tersebut dapat dibuat. Model ini memungkinkan untuk pengukuran lebih dekat dengan masukan, proses, dan hasil sebenarnya sehingga pelaporan dapat dilakukan lebih cepat. Hal ini juga sangat cocok  untuk deteksi dan koreksi terhadap kesalahan dalam menyelaraskan input ,proses, output dan hasilnya. Model scorecard merupakan salah satu model yang paling banyak digunakan dalam Knowledge Management. Model ini juga yang paling berlaku untuk mengukur intellectual capital dari lembaga-lembaga pendidikan tinggi.

Intellectual Capital

September 13th, 2010

1. Apa itu Intellectual Capital

Intellectual Capital digambarkan sebagai nilai ekonomi dari dua kategori aset tidak berwujud suatu perusahaan:

(a)    organisasi (“struktural”) capital;

(b)   Human Capital

Namun Seiring waktu, sebuah konsensus yang luas telah mengembangkan Intellectual Capital yang dapat dicirikan dalam 3 model utama yang terdiri dari modal manusia, modal eksternal dan komponen modal internal dimana:

  • Modal manusia mengacu pada keterampilan / kompetensi, pelatihan dan pendidikan, dan pengalaman dan karakteristik nilai tenaga kerja organisasi;
  • Modal eksternal terdiri dari hubungan dengan pelanggan dan pemasok, nama merek, merek dagang dan reputasi
  • Modal internal mengacu pada pengetahuan yang melekat pada struktur organisasi dan proses, dan termasuk penelitian dan pengembangan, teknologi dan sistem.

2. Pentingnya Intellectual Capital

Ada semakin banyak bukti bahwa driver value creation dalam lingkungan kompetitif yang modern terletak pada Intellectual Capital perusahaan, bukan modal fisik dan keuangan.  Studi yang telah dilakukan secara konsisten menemukan adanya kesenjangan yang signifikan antara nilai buku akuntansi organisasi dan nilai pasar mereka (Cuganesan et al., 2006).  Mengadopsi kerangka kerja formal untuk memfasilitasi pelaporan Intellectual Capital adalah cara bagi perusahaan untuk mengidentifikasi secara eksplisit, audit dan mengelola sumber-sumber tidak berwujud dari value creation serta  komunikasi yang baik secara internal maupun eksternal.